Langsung ke konten utama

Menjadi Tenaga Kerja di Jepang


...
Abdul dan Radzaq diamanahkan menjadi Tenaga Kerja di negara Jepang untuk beberapa waktu (lima tahun). Mereka sama-sama berangkat dengan hati gembira dan penuh persiapan.
Saat sampai di Penempatan, mereka fokus pada pekerjaan masing-masing. Mengumpulkan pengalaman dan terus berproses menjadi lebih baik. Terkadang mereka berjumpa dan silaturrahim. Saling bercerita tentang pekerjaan.
Satu tahun pertama mulai berakhir, Radzaq menuju sebuah bank dan mentrasfer uang yang ia kumpulkan ke kampung halaman. Ia berniat membeli tanah yang ada di kampung. Di tahun kedua, ia mentransfer uang kembali, untuk membangun rumah pada tanah yang sudah dibeli.
Tahun ketiga, Radzaq kembali mentrasfer uang untuk membeli tanah baru di sebelah rumah yang sudah dibangun. disana ia tanami sayur-sayuran.
Tahun keempat, ia kembali mentransfer uang. begitu juga hingga tahun ke lima.
Bagaimana dengan Abdul? Ia berbeda dengan Radzaq. Jauh berbeda. Setiap uang yang didapatnya selalu dihabiskan untuk kehidupan selama di Jepang. Mulai dari yang dibutuhkan hingga yang hanya sekadar diinginkan. Tiap masa cuti kerja dipakainya untuk liburan: main-main,nonton konser, hingga club malam.
Pada waktu bersamaan, Abdul dan Radzaq mendapat surat pemulangan ke Tanah Air. Mereka pulang dengan perasaan yang berbeda. Radzaq sudah merancang skema kehidupan atas apa yang sudah dikirimnya ke kampung halaman. Ia telah memiliki rumah, lahan yang luas. Sementara Abdul kebingungan. tidak punya tujuan jelas di Kampung halaman.
Setelah menjadi Tenaga Kerja, Razaq di kampung menjadi Boss dan bahagia. Abdul, setelah menjadi Tenaga kerja di Jepang, di kampung mencari kerja lagi, susah
...
Begitulah analogi kehidupan. Jepang adalah pengibaratan hidup kita di dunia. Pekerjaan dan gaji adalah kesempatan hidup. Apabila kita gunakan dengan baik maka kesempatan yang ada akan menjadi ibadah dan pahala untuk pulang ke kampung akhirat.
jika tidak, maka sesal nanti tiada berguna. Tidak ada bekal yang dipersiapkan untuk hidup di akhirat.
...
18 Desember di Toko Buku Al-barokah Padangpanjang, Bersama Bang Riko

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Perempuan Cantik, Pendiam...

Setelah itu, saya dibuat gila oleh kelakuannya. Ia selalu tersenyum bila mata kami beradu. Saya sudah pastilah akan garuk-garuk kepala, menunduk, dan senyum juga. Ia menggeleng-geleng dan tersenyum terus. Saya amat paham, ia sedang berusaha mengubah mindsite saya tentang dia. Saya sering menceritakan tentang sosok perempuan pendiam kepada kawan-kawan. 'Seorang perempuan cantik, pendiam. Itu hal biasa.' kata orang-orang. Tapi Pendiam yang satu ini saya anggap berbeda. Dan, bagi saya siapapun yang berkenalan, kenal atau pun mengenal saya tidak ada yang pendiam. Semuanya ahli bicara. Kami akan saling bercerita dan bertukar pikiran. "Kau baru kali ini bercerita tentang perempuan pendiam, Suf." kata teman saya. Saya langsung membayangkan wajah gadis itu saat Tarno berkata. Ingatan saya masih pada pertemuan yang entah ke berapa saat itu. Yang jelas itu pertemuan terakhir dalam ingatan saya. "Dia benar-benar pendiam. Sudah berkali-kali berpapasan.

Noda pada Muka dan Sepatu

Ibarat Muka dan Sepasang sepatu. Jika keduanya kotor, Maka yang manakah lebih dahulu dan paling sering kita cuci/ bersihkan. Fakta mengatakan, kita akan lebih sering mencuci muka daripada sepatu. Bahkan, tidak kotor pun kita akan selalu membersihkan muka baik dengan air atau sekadar me lapnya dengan kain. Sementara sepatu yang sering kita pakai hanya dicuci sekali seminggu paling sering. Atau ketika baunya sudah mulai apek. Begitu jugalah pengibaratan orang beriman dan tidak beriman (kafir). Orang beriman/mengaku beriman adalah muka tadi itu. Mereka jika sadar berbuat salah atau dosa akan cepat-cepat kembali kepada Allah. mengucapkan Istighfar dan bertaubat. Selalu, setiap kekhilafan yang ia perbuat akan terlontar kalimat memohon ampun kepada Allah. Sementara mereka yang tidak beriman, Tak ada ingatannya kepada Allah saat perbuatan dosa yang mereka lakukan. Terus, terus, dan terus apa yang disenangi mereka lakukan. Tidak pandang baik atau buruk. Tidak sadar Allah

BEKERJA DARI RUMAH?

Dunia sedang berduka. Sebuah virus berukuran amatlah kecil ukurannya sedang merajalela, berwisata ke seluruh penjuru. Indonesia pun menjadi tempat singgahnya. Seperti hal nya kereta api, siapapun yang hendak lewat pada lintasannya mesti berhen hingga gerbong demi gerbong tuntas berjalan dan plang penghambat diangkat naik, baru kita boleh berjalan. Berbeda dengan virus ini. Ia tak memiliki jalur yang jelas. Beberapa penelitian mengatakan lewat hewan, ada juga yang mengatakan ia adalah senjata biologi yang lepas. Hingga muncul gerakan dan instruksi mulai dari Program Hidup Bersih dan Sehat  (PHBS), mengurangi aktivitas di luar ruang, dan hal-hal lainnya. Beberapa waktu lalu muncul pesan/ instruksi dari Presiden Jokowi yang mana mengajak warga Indonesia untuk " Bekerja dari rumah. Belajar dari rumah. " Sebagai warga tentulah kita harus taat pada instruksi yang diberikan. Jika mendengar kata 'dari' tentulah kalimat tersebut punya alamat 'ke'.  Tapi mas