Terbitan Singgalang |
“Sampai kapan kamu selalu mengoleksi buku-buku kayak
gini, Yan.?” Ucap seorang wanita terhdap anaknya yang sedang asyik membaca.
“Ya, sampai Rian puas, Ma. lagian nggak ada ruginya
kan.? malah ada untungnya, Ma” jawab anak laki-laki itu dengan santai sembari
melanjutkan bacaannya. wanita itu sempat kesal pada tingkah anaknya itu. Namun,
dikarenakan Hobby anaknya itu ketularan papanya, wanita itu tidak marah.
sebenarnya kesal wanita itu bukan karena hobby, tapi karena kebiasaan anaknya
yang tidak merapikan buku-buku yang ia baca.
Suatu pagi, di hari minggu tepatnya, laki-laki itu asyik
membaca sebuah buku di ruang tamu. mamanya sedang asyik menonton siaran pagi
minggu itu. tak lama sesudah itu, wanita itu merapikan buku-buku. tidak salah
lagi, buku anaknya yang berceceran di atas meja, diatas lemari. semua
beserakan.
“Rian, mau sampai kapan mama terus merapikan buku-buku
kamu ini.? mama capek kayak gini terus, Yan. atau.. mama bakar saja buku-buku
ini ya. Kalau tidak, dijual saja sama penjual loakan.! ya Yan ya.” ucap mamanya
setengah kesal.
“Eeh jangan ma, jangan dibakar atau dijual dong. kan
kasihan ma. udah capek-caek dibeli kok dibakar atau dijual lagi sih.”
“Ya, kalau kamu kayak gini terus, mama nggak sanggup,
Yan”
“Ok deh ma. Rian janji akan merapikannya, tapi mama
jangan bakar atau jual buku-buku Rian ya, Ma… Please.!” ucap Rian memelas.
“Ok. mama lihat pekembangannya. Jika kamu nggak
merapikan bukumu. jangan salahkan ada asap di belakang rumah kita. dan kamu
jangan nangis.! Ok?”
“Ok mama sayang” ucap Rian dan kembali duduk mengambil
buku bacaannya.
Ya, Rian memang mempunyai hobby membaca. Hampir
seluruh buku berupa cerpen dan novel ia punya. setiap ada buku keluaran
terbaru, biasanya ia akan mencarinya ke toko-toko buku. tidak salah lagi
dirumahnya itu ibarat perpustakaan novel dan cerpen,dia juga suka membuat
cerpen dan puisi. kerap dia dikenal disekolahnya sebagai sastrawan. Tapi, hal
yang kurang dari Rian adalah sikapnya yang tak suka merapikan buku-buku yang
sudah dibacanya. terkadang dia tak memedulikan bukunya masuk tong sampah, lalu
dia kesal pada semua orang dirumahnya ketika melihat hal itu. padahal itu
kesalahannya sendiri.
Mungkin, kegemaran laki-laki itu untuk mmbaca adalah
turunan dari ayahnya. namun, kebiasaan buruk itu entah turunan siapa. setiap
sore, Rian selalu ikut papanya ke sebuah Kebun melati milik papanya.
suatu pagi, Rian diajak papanya pergi ke kebun itu.
“Rian,sore nanti, mau ikut papa ke kebun nggak?”
“Ke kebun, Pa? mau!”
“Tapi.. kamu harus merapikan buku-bukumu dulu ya.
kasian mama kamu”
“Ok pa, Rian janji” Rian menebarkan semyum pada
papanya.
Sorenya, Rian dan papanya berjalan menuju kebun melati
itu. mereka memandangi indahnya pesona sore hari disana. hingga sampailah
mereka di sebuah bangku. mereka duduk disana sembari bercerita.
“Yan, kamu tau. dulu, papa juga punya hobby membaca
kayak kamu”
“hobby membaca.? benaran pa.?”
“Ia, Papa juga sangat senang membaca. tapi itu semua
karena dorongan dari ibu papa.”
“Dorongan.? maksudnya?”
“ya, dulu ibu papa sangat senang membelikan papa buku
cerita, awalnya papa nggak suka dengan kebiasaan itu. papa dipaksa terus untuk
membaca. papa sering membaca buku serial kartun, dongeng, dan cerita pahlawan.
terakhir, papa disuruh untuk membaca buku novel.”
“bayangkan, buku yang tebal itu disuruh membaca satu
minggu. tapi karena dorongan itu papa jadi senang membaca.”
“ooh. jadi hobby Rian ini mungkin karena papa ya, Pa?”
ucap Rian.
“ya, papa harap begitu.”
“Lalu, Hobby papa bekebun melati ini karena apa, Pa?”
Tanya Rian lagi. papanya terdiam saat mendengar pertanyaan itu. Rian tambah
penasaran menunggu jawaban ayahnya
“Sangat sedih, Yan. panjang sekali ujung pangkal
ceritaya.” jawab papanya dengan nada sedih.
“Kenapa sedih, Pa?”
“Kebun ini, Sebenarnya bukanlah Hoby papa, tapi… papa
menanam kebun ini untuk kenangan”
“Kenangan.? Kenangan siapa pa?”
Ya. kebun itu adalah kenangan bagi Papanya, selain
untuk tempat refreshing, papanya menanam bunga-bunga melati dikebun itu untuk
mengenang ibunya yang sudah lama tak ditemuinya.
“Dulu, ketika papa dan ibu papa merantau ke Jakarta,
kami menaiki kereta. suasana kereta saat itu sangat ramai oleh penumpang, papa
ingat waktu itu kami sedang berlari bergegas-egas menaiki kereta. saaat di
dalam kereta, papa masih menggenggam tagan ibu. namun, saat berada di stasiun,
papa tak tau ibu entah kemana. papa mencoba mencarinya, ke loket, ke dalam
kereta, gerbong demi gerbong papa masuki tapi hasilnya tidak ada, papa bingung
tak tau harus kemana.”
“papa duduk disebuah kursi di dekat orang berjualan
makanan. waktu itu perut papa lapar, papa mencoba meminta pertolongan pada
pemilik jualan itu, dia lah Kang Dimas yang kamu panggil kakek.”
“Oooh, terus Pa?” kata Rian. saking penasarannya
“Setelah itu, papa menceritakan semua kejadian papa
padanya. akhirnya dia mau membantu papa, untuk sekolah. biaya hidup papa dia
yang menanggungi, papa diangkatnya menjadi anaknya.
semenjak itu papa kembali senang karena mendapat
orangtua lagi. papa bahagia karena masih ada orang yang membantu papa.”
“Lalu, papa nggak coba ke kampung”
“Sudah, Papa sudah
mencoba pulang ke kampung, sudah papa tanyakan pada semua orang-orang disana.
katanya, semenjak pergi ke Jakarta, dia tidak ada ke kampung, mereka mengira
ibu sudah lupa pada kampungnya. papa sempat melihat rumah yang dulu papa huni
bersama ibu, sudah lapuk dan dipenuhi semak belukar. tidak ada yang
merawatnya.”
papanya tak bercerita lagi. keheningan mengisi waktu
itu cukup lama, Rian tidak menyangka akan seperti itu. rasa haru, sedih, dan bangga
dirinya pada papanya itu terasa meledak-ledak
“udah sore nih, Yan.! pulang lagi yuk” ajak papanya
untuk pulang.
Pada Minggu yang lain, Rian duduk sendiri di rumahnya,
Semua buku yan dimilikinya telah ludes dibacanya.dia memutuskan untuk mengikuti
kebiasaan mamanya. menonton televisi. dilihatnya sebuah berita yang
menarik-menarik.
“Ahmad Fuadi baru-baru ini menerbitkan sebuah buku
ketiganya dari trilogy Negri 5 Menara. dengan judul Rantau satu Muara.” sebuah
suara dari penyiar di televisi membangkitkan semangatnya. sesaat, Rian langsung
mengambil langkah berlari menuju sepeda motornya menuju toko buku langganannya.
“Bu, buku keluaran terbaru bulan ini ada nggak bu.?”
tanyanya pada penjanga toko itu
“Ada nak Rian, itu dipojok sana lihat. Ahma Fuadi
kan.?”
“Ia bu” kata anak itu dan bergegas mengambilnya.
“Berapa bu?”
“Masih harga biasa nak” kata ibu itu, Rian
mengeluarkan beberapa uangnya dan menyerahkannya pada Ibu itu
“Teimakasih ya bu” ucap Rian menginggalakan toko buku
itu. Dia kembali mengendarai sepeda
motornya untuk pulang. Sesampai dirumah, ibunya sedang duduk di sofa ruang
tamu.
“Habis dari mana nak.? pasti habis membeli buku lagi
ya” kata mamanya. Rian hanya tersenyum karena mamanya sudah langsung menjawab
pertanyaannya sendiri.
beberapa minggu berlanjut, Rian sudah menamatkan buku
bacaan itu. hari itu dia tak ada kegiatan lagi. ingin ke kebun, sayang sekali
papanya tidak ada. mau menonton, mamanya juga sedang asyik mendengar gossip.
Akhirnya dia memutuskan untuk bermain ke toko buku langganannya
…
“Maaf nak, Mak Ujang belum datang mengantarkan buku
terbaru”
“Ya nggap apa-apa bu, Rian Cuma pegen lihat-lihat aja,
nggak apa-apa kan bu?”
“Ngak apa-pa, ibu senang kamu mau datang kesini, Yan”
ucap ibu itu tersenyum. Rian melihat semua buku yang ada disana, namun tak ada
yang menyentuh perhatiannya. semua buku itu sudah dibacanya.
“Rian, kalo ibu boleh tau, kenapa sih kamu Sangat
Hobby membaca, Nak” Tanya ibu itu.
“Awalnya Rian juga nggak tau bu, Tapi setelah dengar
cerita papa, mungkin karena turunan dari papa bu.”
“turunan dari papa? maksudnya?” Tanya ibu itu. Rian menceritakan
semua tentang apa yang telah diceritakan papanya dikebun melati waktu itu. ibu
itu terharu, rasanya dia pernah mengalami. dia meminta Rian untuk membawa
papanya esok hari ke tempatnya. Rian pun memenuhi pesan dari ibu itu.
………
Esok paginya, sebuah mobil melintas di depan toko buku
langganan Rian. pun mobil itu berhenti disana.
“Pa, ayo..! Itu toko bukunya” ucap Rian bersemangat
saat turun dari mobil. Awalnya, papanya sedikit ragu, rasanya ada yang aneh,
apalagi saat membaca nama toko bukunya “TOKO BUKU MELATI”. Papanya tertegun dan
mengikuti langkah anaknya.
“Ibu..” ucap Rian di dalam toko itu memanggil. dari
sebuah pintu, keluar seorang wanita.
“Mulyono..” ucap ibu itu saat melihat wajah papa Rian.
“Ibu..” ucap papa Rian. Rian menjadi heran melihat Ibu
itu dan papanya berpelukan histeris.
“Yan, ini… Ini nenekmu, Melati namanya, yang papa
ceritakan kemarin itu.” ucap papanya dengan nada haru. Rian ikut menagis dan
memeluk wanita itu dengan erat serta papanya.
Ria tidak mengira, orang yang selama ini dikenalnya
adalah neneknya sendiri Dan sekarang, Dia
telah mengembalikan Melati milik Papanya yang selama ini hilang, kembali
pada papanya. Melati itu sangat berharga dan sangat disayangi Papanya.
(Muhammad David, Siswa X2 MA KM Muhammadiyah
Padangpanjang)
Komentar
Posting Komentar