Langsung ke konten utama

Pahit yang Manis



“Farel,  ayo lempar bolanya. Jangan main sendiri aja dong.” Seorang laki-laki berteriak pada adiknya. Mereka tengah asyik bermain di sebuah kolam renang. Mereka bertiga bersaudara. Rehan, anak paling besar. Dia sudah duduk di bangku kelas tujuh SMP. Nomor dua. Raffa. Dia masih duduk di kelas lima SD. Dan yang paling kecil ialah Farel. Dia duduk di bangku kelas satu SD.
Sepasang suami istri tampak tersenyum melihat anak-naknya yang sedang bermain di kolam itu. tampak wajah haru dan bahagia pada wajah mereka. Terutama sang istri.
“Mas, kalau dikenang masa lalu kita, sedih rasanya ya mas.” Ucap wanita itu dibawah gandengan suaminya.
“Ia dek. Tapi, jangan lah kita terlalu mengenang masa lalu itu. masa lalu kita memang lah pahit. Kita berharap, jangan sampai kisah pahit itu turun kepada anak kita.”ucap laki-laki itu sambil membelai rambut istrinya.
Ya... begitulah kehidupan Jaka dan Tata. Pertemuan mereka berawal diwaktu usia dini. Masa-masa pahit yang mereka lewati tidak disangka berujung pada kisah manis yang manis seperti madu.
Pertemuan mereka berawal semenjak bangku SMP. Jaka merupakan siswa yang mula-mulanya pendiam di sekolahnya. Akibatnya, dia dipermainkan oleh senior-seniornya di waktu most.
“Hei, kamu! Siapa namamu?” Ucap seorang kakak kelas padanya.
“Jaka.” Jawabnya.
Oh. Jaka. Tolang saya untuk memberikan kotak itu kepada cewek yang di ujung sana.  Tapi, jangan bilang dari kakak ya” Ucap senior itu kepadanya. Karena segan, Jaka menuruti perintah seniornya itu.
“Baik kak.”
Jaka berjalan menuju tempat yang disuruh senior-seniornya tadi.
“Ini ada yang nitipin ini buat kamu.” Ucap jaka memberikan kotak tersebut pada wanita yang ditujukan seniornya tadi.”
“Dari siapa?” Ucap gadis itu bingung.
“Dari... nggak tau juga siapa yang ngasihnya. Lupa namanya.” Ucap Jaka gugup.
“Udah. Bilang aja dari kamu. Nggak usah bo ong. Ayo Ta, trima aja.” Ucap teman gadis itu yang berdiri di sampingnya.
Karena takut tidak menghargai,  gadis itu menerima pemberian jaka.
“Terima kasih ya. Maaf, nama kamu siapa?”
“Jaka.” Ucap laki-laki itu mengacungkan tangannya.
“Jaka, aku Tata.” Ucap gadis yang diberinya kotak hadiah tadi menyalami.
“Aku di lokal tujuh satu, kalau kamu?”
“tujuh tiga.” Jawab Tata. Tanpa sadar, mereka menjadi akrab dan ngobrol bersama-sama. Jaka sebenarnya sudah mengetahui rencana kakak kelasnya itu. Namun, dia pura-pura tidak tau saja. Kenapa? Karena ia memang ingin dekat dengan seorang teman yang akan selalu bersamanya.
Malamnya, Tata membuka kotak yang diberikan Jaka kepadanya pagi itu. Di kotak itu, tersimpan sebuah amplop berwarna biru. Di dalamnya terdapat sebuah surat. Dibacanya surat itu dengan serius.
“Gadis manis yang membaca surat ini. Salam kenal ya dari yang ngasih kotak ini. Saya harap kamu bisa berteman akrab dengan yang memberi kotak ini. Pada kalian kakak titip kan dua kalung perak ini. Tolong dijaga dan dirawat ya”
                                                                       Kakakmu
                                                                       Fadil
Rupanya, hadiah itu dari kakaknya sendiri. Kakaknya tau kalau gadis itu tidak pandai untuk dekat dengan laki-laki. Pada kakaknya lah gadis itu sering menceritakan tentang kehidupannya, tentang masalahnya dengan teman-temannya. Awalnya tata merasa gugup untuk bicara dengan Jaka, namun akhirnya kedekatan mereka bagaikan perangko yang selalu nempel.
Setiap sore, Jaka dan Tata selalu pulang bersama. Mereka berjalan berdua menyusuri tepian pantai, refreshing ke moll dan menyusuri kota-kota.
Suatu hari, dua remaja yang akrab itu duduk di tepian pantai, menikmati angin sore dan menunggu matahari terbenam.
“Ta, aku boleh nanya nggak?.”
“Boleh.”
“Kamu tau nggak luas lautan yang di hadapan kita ini?” Tata terkejut bingung mendengar pertanyaan Jaka.
“Pertanyaan kamu konyol deh Ka. Mana aku tau luasnya. Coba aja tanya sama pakar geografi. Mungkin mereka tau.” Ucap Tata sedikit tertawa.
“Nangak ada yang bisa menentukannya Ta. Mungkin bisa, tapi hanya diperkirakan.” Ucap Jaka menjelaskan.
“Nah, itu kan tau. Kok malah nanya.” Ucap Tata masih dalam tawanya sembari menatap laut biru.
“Ta, sebenarnya aku mau ngomongin sesuatu sama kamu.”
“Ngomongin apa Jaka? Kok tumben kamu ngomongnya kayak gini.”
“Aku mau bilang. Aku, sudah tidak bisa lagi jauh dari kamu. Aku cinta sama kamu. Aku ingin kamu mau jadi pacarku.” Ucap Jaka bertubi-tubi. Tata terdiam mendengar ungkapan hati laki-laki itu.
“Ta, kamu mau tidak jadi pacarku.” Ucap Jaka, Tata masih saja terdiam menatap indah ke arah lautan. Sejenak ia menarik nafasnya.
“Hmmmh. Aku mau saja Ka. Karena aku menilai kamu lah yang terbaik selama ini. Sejujurnya aku juga suka sama kamu. Tapi, aku takut untuk mengungkapkannya.” Ucap Tata masih memandang lautan lepas.
“Jadi, kamu mau Ta?” Ucap jaka tidak percaya. Dengan ekspresi tidak percaya, ia menampar wajahnya. Tata bingung dengan tingkah Jaka tersebut.
“Ngapain?” Ucapnya heran.
“Apakah ini nyata? Aku diterima sama Tata, jadi pacarnya?” ucap Jaka masih dengan ekspresi tadi.
“Ya, ini memang nyata Ka. Aku mau jadi pacar kamu. Asalkan kamu mau setia untuk ku.”
“OK. Aku janji. Aku akan setia padamu. Aku nggak akan menyia-nyiakan kepercayaanmu ini.”ucap Jaka dengan senang.
Sejak saat itu, kedekatan dua anak itu menjadi lebih dekat, romantis, dan spesial. Dari yang dulunya hanya memanggil nama menjadi panggilan abang adek. Dari yang dulunya sekedar sahabat menjadi saling pengertian tentang hati.
Meski pun sekali-sekali mereka pernah bertengkar, akhirnya mereka tetap saling pengertian. Terkadang, Jaka yang selalu meminta maaf. Namun Tata tak segan pun memberi maaf. Walaupun sudah jelas Tata yang salah, Jaka tetap selalu meminta maaf duluan. Sungguh romantis hubungan dua insan itu di masa mudanya.
Tiga tahun sudah mereka melewati masa SMP. Jaka yang sudah memiliki sikap dewasa semakin mengerti dengan perasaan wanita. Pun Tata. Gadis itu mengerti bagaimana berada di samping laki-laki yang dicintainya. Sebenarnya, tidak layak lah hubungan mereka seperti itu. namun, apalah daya melarangnya. Semakin dilarang, hubungan mereka tambah hangat dan romantis.
“Dek, sehabis SMP ini, kamu mau nyambung dimana?” Jaka memulai pembicaraan di sebuah taman sekolah.
“Aku maunya sih masuk SMA bang. Kalo abang mau nyambunng dimana?”  
“Abang mau lanjutan di STM dek.” Ucap Jaka dengan nada polos.” Tata, gadis yang di sampingnya itu menatapnya dengan raut polos pula.
“Yah, berarti kita nggak satu sekolah lagi dong bang.”
“Ya, begitulah dek. Tapi, nggak ada halangan kan hubungan kita ini tetap berlanjut?”
“Nggak. Nggak ada kok. Malahan adek yakin, hubungan kita ini akan tambah erat.” Ucap Tata yakin. Jaka tersenyum pada Tata dan memeluk tubuh mungil gadis itu.
Ternyata memang benar. Setamat SMP, Gadis yang bernama Tata itu melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMA yang berkualitas di kota itu. dengan nilai terbaik ia mampu masuk SMA itu. begitu juga Jaka, Laki-laki itu dapat memasuki sekolah impiannya dengan modal kreativitas dan keahliannya dalam praktek. Sekolah yang ia masuki juga merupakan sekolah bergengsi di kota itu.
“Bang, tolong jaga kesetiaan dek ya bang.”
“Ia dek. Abang akan jaga kesetiaan ini. Abang kan selalu meletakkan adek dalam hati bang.”
Tata, gadis itu tak pernah luput dari rangking-rangking teratas di sekolahnya. Berbagai lomba yang ia ikuti tidak ia sia-siakan untuk memenangkannya. Jaka juga begitu. Dalam setiap praktek, dia selalu mendapat pujian terbaik diantara teman satu prakteknya. Meskipun juara tidak selalu ia dapatkan, namun kegigihannya dalam berprestasilah yang selalu ada.
Tiga tahun masa SMP, ditambah dua tahun masa SMA bukan lah masa yang singkat bagi mereka. Banyak kisah-kisah yang dilewatinya. Sedih senang bersama diahadapinya.
Namun, bak kata pepatah. Untung tak dapat dicari, rugi pun tak dapat ditolak. Kisah yang sangat pahit dialami dua insan tersebut. Entah setan darimana yang menghancurkan kisah manis mereka.
Suatu hari, di bangku taman kota. Dua insan itu duduk bersanding sembari bercerita.
“Bang, Aku hamil.” Ucap Tata menekur malu. Jaka yang tadinya senyum mendadak panik.
“Apa? Hamil?”
“Ia bang.”
“Apa, orang tua dek sudah tau semua ini?”
“Sudah bang. Katanya, abang harus tanggung jawab dengan semua ini.”
“Baik. Baik. Tenang dek. Abang akan pertanggungkan semua ini. Tenang saja.” Ucap Jaka gelisah. Entah apa yang akan di perbuatnya untuk gadis itu
||~`~`~||
“Ma, aku ingin kawin.” Ucap Jaka pada mamanya di suat malam.
“Apa? Kawin katamu. Mending selesaikan dulu sekolahmu nak, sebentar lagi mau ujian.” Ucap seorang wanita tua yang dipanggilnya mama itu.
“Percuma saja aku sukses, Ma. Aku sudah hina tampaknya.” Ucap laki-laki itu santai.
Mamanya semakin bingung dengan kata-kata yang dilontarkan anaknya malam itu.
“Jaka. Apa maksud kamu ngomong kayak gitu nak? Jelaskan sama mama. Biar mama bantu.” Ucap mamanya mendekati.
“Aku, sudah menghamili anak gadis orang, Ma.” Ucapnya berlutut sambil menangis di depan mamanya.
“Nikahkan aku dengan gadis itu, Ma. Aku merasa bersalah dan aku harus bertanggung jawab.” Lanjutnya.
“Jaka. Tak semudah itu kau menikahi anak orang. Engkau harus siap lahir batin untuk menikahinya. Sekarang, coba kau pikirkan, sekolah saja engkau belum tamat. Dengan apa engkau menghidupi anak orang nak?” Ucap mamanya menasehatinya.
“Biar ma. Maslah itu nanti dipikirkan. Yang jelas, aku ingin bertanggung jawab atas perbuatanku itu.” Jaka masih tersimpuh dibawah mamanya.
“Semua tergantung pada papa mu, Nak. Mama tidak bisa menentukan pilihan. Papa mu lah yang mempunyai hak untuk melarangmu.” Tampak mata mamanya mulai mengkristalkan air mata. Tampak rasa sedih, kecewa, dan marah pada anaknya itu.
 Berbagai cara ia lakukan untuk itu, namun gagal. Orang tuanya tidak menyetujui dia untuk segera menikahi wanita itu.  Begitu pun dari pihak Tata, orang tuanya tak sudi menerima kehadiran Jaka.
Dengan jalan terakhir. Jaka membawa kabur Tata untuk kawin lari. Tata yang memang mencintai Jaka menerima ajakan itu. Mereka lari ke daerah terpencil dan hidup di sana.
Beberapa tahun berlanjut, Tata dan Jaka melanjutkan hubungan mereka dengan status kawin lari. Dikatakan orang dia membawa aib orang tuanya. Namun, dengan pandainya mereka bersikap, anaknya tetap lahir selamat. Semua orang di kampung yang baru ia datangi itu segan kepadanya karena sikapnya yang baik.
Suat hari, Jaka meminta suatu permintaan pada Tata. Istrinya.
“Dek, seandainya bang lanjutkan sekolah bang kembali bagaimana?”
“Ya, kalau itu yang terbaik bagi abang bagus lah. Dek juga merasa itu ide bagus bang.” Tata mendukung pendapat suaminya.
“Dengan itu dek, abang merasa nanti akan banyak peluang kerja abang untuk menghidupi keluarga ini.” Jelas Jaka.
Dengan dukungan dari istrinya, Jaka melanjutkan kembali sekolahnya yang terbengkalai. Tidak lupa pula ia menghidupi anak dan istrinya.
Seusai STM yang ia sukseskan, rasa bangga dan puas di hatinya sangat bergelora. Ijazah yang ia terima serasa sudah bisa ia gunakan untuk mencari pekerjaan. Tidak berhenti di situ saja, istrinya, Tata malah menyemangatinya untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang perkuliahan hingga sarjana.
“Jika saja adek jadi abang, adek nggak berhenti di sini saja bang. Adek pasti akan lanjutan kuliah bang.” Ucap istrinya penuh harap agar suaminya mau melanjutkan pendidikannya. Berkat dorongan itu, jaka melanjutkan pendidikannya sesuai kehendak istrinya.
Bertahun-tahun ia melanjutka pendidikannya hingga ia berhasil menjadi sarjana yang banyak memegang proyek-proyek bisnis. Kebahagiaan dalam keluarga itu sangat terasa sekali. Aib yang dulunya tercemar berubah menjadi harum di mata masyarakat. Seakan-akan aib itu tidak ada sama sekali. Hilang di mata orang.
Orangtua mereka yang dulunya membenci mereka kini ikut bahagia dan membuka kembali pintu keluarga kepada mereka. Kini, Jaka menjadi laki-laki yang sangat terkenal di kotanya. Siapa yang tidak mengenalnya,  gelar insiyurnya laris dikenal dan disegani orang. Begitu pula dengan sikap dermawannya.
Tata, Wanita yang berhenti sekolah pada kelas dua SMA itu rupanya tidak ingin berada di bawah ketiak suaminya terus. Dia membuaka peluang hidup dengan menjual kue-kue ke warung-warung. Dia tidak merasa malu, tidak pula merasa gengsi menjadi istri seorang insinyur dengan pekerjaan seperti itu.
“Neng Tata, buat apa sih kerja. Suami neng kan Insiyur. Sudah pasti ia memberi neng cukup uang, kan.” Uacap seorang temannya di warung saat ia menjajalkan kue.
“Walaupun suami saya orang kaya. Yang namanya wanita tidak harus berada dibawah ketiak suami terus. Ini saya lakukan agar saya bisa hidup mandiri, Mbak.” Jawabnya.
Bahagia. Begitulah keluarga itu. Jaka dan Tata menjadi pasangan suami istri yang menjadi panutan di kota itu. kehidupan mereka berubah seratus delapan puluh derajat dari kisah awalnya. Awal yang pahit berakhir menjadi manis.
:#PESAN=>> : KOPI PAHIT YANG ENGKAU MINUM DI PAGI HARI TAK USAH ENGKAU HIRAUKAN. NIKMATI SAJA. KELAK AKAN KAU TEMUKAN GULA SEBAGAI PEMANISNYA DI KALA SIANG HARI. JANGAN KAU MENGELUH PADA SATU MASALAH. BANGKIT DAN HADAPILAH. SEBAB, TIDAK AKAN ALLAH BERIKAN SUATU MASALAH ATAU COABAAN DI LUAR KEMAMPUAN UMATNYA.
*THINK TO CHANGE

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Perempuan Cantik, Pendiam...

Setelah itu, saya dibuat gila oleh kelakuannya. Ia selalu tersenyum bila mata kami beradu. Saya sudah pastilah akan garuk-garuk kepala, menunduk, dan senyum juga. Ia menggeleng-geleng dan tersenyum terus. Saya amat paham, ia sedang berusaha mengubah mindsite saya tentang dia. Saya sering menceritakan tentang sosok perempuan pendiam kepada kawan-kawan. 'Seorang perempuan cantik, pendiam. Itu hal biasa.' kata orang-orang. Tapi Pendiam yang satu ini saya anggap berbeda. Dan, bagi saya siapapun yang berkenalan, kenal atau pun mengenal saya tidak ada yang pendiam. Semuanya ahli bicara. Kami akan saling bercerita dan bertukar pikiran. "Kau baru kali ini bercerita tentang perempuan pendiam, Suf." kata teman saya. Saya langsung membayangkan wajah gadis itu saat Tarno berkata. Ingatan saya masih pada pertemuan yang entah ke berapa saat itu. Yang jelas itu pertemuan terakhir dalam ingatan saya. "Dia benar-benar pendiam. Sudah berkali-kali berpapasan.

Noda pada Muka dan Sepatu

Ibarat Muka dan Sepasang sepatu. Jika keduanya kotor, Maka yang manakah lebih dahulu dan paling sering kita cuci/ bersihkan. Fakta mengatakan, kita akan lebih sering mencuci muka daripada sepatu. Bahkan, tidak kotor pun kita akan selalu membersihkan muka baik dengan air atau sekadar me lapnya dengan kain. Sementara sepatu yang sering kita pakai hanya dicuci sekali seminggu paling sering. Atau ketika baunya sudah mulai apek. Begitu jugalah pengibaratan orang beriman dan tidak beriman (kafir). Orang beriman/mengaku beriman adalah muka tadi itu. Mereka jika sadar berbuat salah atau dosa akan cepat-cepat kembali kepada Allah. mengucapkan Istighfar dan bertaubat. Selalu, setiap kekhilafan yang ia perbuat akan terlontar kalimat memohon ampun kepada Allah. Sementara mereka yang tidak beriman, Tak ada ingatannya kepada Allah saat perbuatan dosa yang mereka lakukan. Terus, terus, dan terus apa yang disenangi mereka lakukan. Tidak pandang baik atau buruk. Tidak sadar Allah

BEKERJA DARI RUMAH?

Dunia sedang berduka. Sebuah virus berukuran amatlah kecil ukurannya sedang merajalela, berwisata ke seluruh penjuru. Indonesia pun menjadi tempat singgahnya. Seperti hal nya kereta api, siapapun yang hendak lewat pada lintasannya mesti berhen hingga gerbong demi gerbong tuntas berjalan dan plang penghambat diangkat naik, baru kita boleh berjalan. Berbeda dengan virus ini. Ia tak memiliki jalur yang jelas. Beberapa penelitian mengatakan lewat hewan, ada juga yang mengatakan ia adalah senjata biologi yang lepas. Hingga muncul gerakan dan instruksi mulai dari Program Hidup Bersih dan Sehat  (PHBS), mengurangi aktivitas di luar ruang, dan hal-hal lainnya. Beberapa waktu lalu muncul pesan/ instruksi dari Presiden Jokowi yang mana mengajak warga Indonesia untuk " Bekerja dari rumah. Belajar dari rumah. " Sebagai warga tentulah kita harus taat pada instruksi yang diberikan. Jika mendengar kata 'dari' tentulah kalimat tersebut punya alamat 'ke'.  Tapi mas