"Kamu tahu apa tentang rasa yang kumiliki?" ucap seorang laki-laki pada perempuan yang menemaniya sejak tadi di sebuah cafe. semenjak sore.
"Aku bisa lihat dari gelagatmu, tatapan matamu," jawab gadis berjilbab merah itu. Gadis itu terus menatap lelaki(nya).
"Ini soal hati, tak bisa dinilai sekadar dari tatapan mata," Lelaki itu mencoba membantah.Ia kehabisan kata. Entah mencoba menolak, atau berbohong.
"Tak usah berbohonh lagi, Frazy. Semua orang boleh kau kalahkan denga kilahanmu. Tapi aku tidak. Apa salahnya jujur. ini memang soal hati. Aku sangat paham. Tapi, bukankah permulaannya berawal dari mata?" ucap gadis itu megorek perasaan yang ada di hati laki-laki yang dipanggilya Frazy.
"Aku takut," ucap Frazy singkat. Gadis itu melongo, sepertiya tidak mendengar dengan jelas ucapan Frazy.
"Lihat jarimu!" ucap Frazy lagi. Perempuan itu mengikuti dan menatap sebuah cincin emas melingkari jari manis sebelah kirinya.
"Aku takkan mungkin merebut seseorang yang telah dimiliki orng lain, Aku takut menjadi perampok, takut mengambil yang bukan hakku," Itu kata-kata terpanjang yang ia ucapkan selama duduk bersama di Cafe yag sebelumnya hanya ada senyum dan tawa.
"Jangan takut! Yakinlah, ketakutan itu akan berubah malapetaka untukmu. Semakin kamu takut, semakin kamu memiliki rasa itu. Bila kamu tidak jujur juga, maka kamu akan mati patah hati, mati konyol," ucap gadis lagi.
"Aku ungkapkan, utuk sekadar kata saja? setelah itu tetap sendiri? sama saja, Fatim," bantahnya. Ia mulai kesal dengan rasa yang ia tanggung. Ia telah merasa salah dengan hatinya. Meletakkan tidak pada tempatnya.
"Kamu salah paham. Aku belum berpunya, Fraz. Ini Pemberian dari ibuku, dulu. ibu menyuruhku untuk memakainya,"
"Foto kemarin?" Saggah Frazy. Fatim mati kata. Ia tak menjawab. Sepertinya semua jawaban sudah tuntas. Menurut laki-laki itu. Jawaban yng mengutuk hatiny untuk berlayar kembali.
"Bukankah dulu kamu sendiri yang mengatakan, selagi akad belum terikrar, maka setiap perempuan itu masih bisa diperjuangkan," Perempuan itu seperti memberikan harapan, meyemangati lelakinya.
...
#CatatanMoeda
"Aku bisa lihat dari gelagatmu, tatapan matamu," jawab gadis berjilbab merah itu. Gadis itu terus menatap lelaki(nya).
"Ini soal hati, tak bisa dinilai sekadar dari tatapan mata," Lelaki itu mencoba membantah.Ia kehabisan kata. Entah mencoba menolak, atau berbohong.
"Tak usah berbohonh lagi, Frazy. Semua orang boleh kau kalahkan denga kilahanmu. Tapi aku tidak. Apa salahnya jujur. ini memang soal hati. Aku sangat paham. Tapi, bukankah permulaannya berawal dari mata?" ucap gadis itu megorek perasaan yang ada di hati laki-laki yang dipanggilya Frazy.
"Aku takut," ucap Frazy singkat. Gadis itu melongo, sepertiya tidak mendengar dengan jelas ucapan Frazy.
"Lihat jarimu!" ucap Frazy lagi. Perempuan itu mengikuti dan menatap sebuah cincin emas melingkari jari manis sebelah kirinya.
"Aku takkan mungkin merebut seseorang yang telah dimiliki orng lain, Aku takut menjadi perampok, takut mengambil yang bukan hakku," Itu kata-kata terpanjang yang ia ucapkan selama duduk bersama di Cafe yag sebelumnya hanya ada senyum dan tawa.
"Jangan takut! Yakinlah, ketakutan itu akan berubah malapetaka untukmu. Semakin kamu takut, semakin kamu memiliki rasa itu. Bila kamu tidak jujur juga, maka kamu akan mati patah hati, mati konyol," ucap gadis lagi.
"Aku ungkapkan, utuk sekadar kata saja? setelah itu tetap sendiri? sama saja, Fatim," bantahnya. Ia mulai kesal dengan rasa yang ia tanggung. Ia telah merasa salah dengan hatinya. Meletakkan tidak pada tempatnya.
"Kamu salah paham. Aku belum berpunya, Fraz. Ini Pemberian dari ibuku, dulu. ibu menyuruhku untuk memakainya,"
"Foto kemarin?" Saggah Frazy. Fatim mati kata. Ia tak menjawab. Sepertinya semua jawaban sudah tuntas. Menurut laki-laki itu. Jawaban yng mengutuk hatiny untuk berlayar kembali.
"Bukankah dulu kamu sendiri yang mengatakan, selagi akad belum terikrar, maka setiap perempuan itu masih bisa diperjuangkan," Perempuan itu seperti memberikan harapan, meyemangati lelakinya.
...
#CatatanMoeda
Komentar
Posting Komentar